Inilah dunia, ruang yang penuh warna-warni. Ruang yang selalu punya awal dan ujung. Ruang dimana narasi kehidupan terbentuk yang bekasnya takkan pernah hilang. Inilah dunia, dan inilah kita, manusia, makhluk yang diberi anugerah untuk mendiaminya.
Ibarat oposisi biner, antara angka 0 dan 1. Di sana ada hitam ada putih, ada air ada api dan ada pertemuan yang selalu berkawan dengan perpisahan. Satu hal yang sering kita agungkan ‘cinta’ pun juga memiliki posisi itu. Ada jatuh hati dan juga patah hati. Namun, saya yakin semua dari kita tak pernah sekalipun menginginkan patah hati. Kita hanya menginginkan terus-menerus jatuh hati, dan menghindar dari frase patah hati. Inilah yang seringkali membuat kita terperosok dalam kesedihan mendalam saat akhirnya menemui jalan ini, patah hati.
Patah hati, dua kata penuh makna. Dua kata yang membuat dunia kehilangan warnanya dan menjadi hitam-putih. Dua kata yang membuat kita berharap tak akan pernah jatuh hati lagi. Dua kata yang menjatuhkan seorang raja dari singgasananya. Dua kata yang mampu menciptakan lirik kebencian yang amat dalam. Dan juga dua kata yang membuat hidup ini serasa tak berarti lagi…
Patah hati, ah andai saja pertemuan itu tak pernah terjadi. Andai saja, hidup tak pernah terjadi. Dan andai saja…
Note:
Tulisan yang hadir setelah aku membaca novel Di Bawah Naungan Ka’bah karya Buya Hamka…
Patah hati? Nikmati saja ‘sisa’ harimu kawan…
apa hati kayu bisa patah? hihi
lam knal ya
patah tumbuh hilang berganti…..
ternyata memang benar, novel2 buya Hamka telah membuat banyak hati tersentuh, luluh dalam tangis.
meski Di Bawah Naungan Ka’bah hanyalah sebuah roman, namun berpengaruh luar biasa juga bagi hati-hati yang merindu kesucian cinta…
kalau dirimu sempat datang ke kampungku..singgahlah di pinggiran danau maninjau…di sebuah rumah, di sanalah sang Pujangga dilahirkan…
satu nikmat yang kupujikan pada Allah atas diriku adalah takdir yang melahirkan aku sebagai anak minang, sama seperti Buya.
Sebuah negeri tempat lahirnya sederetan orang-orang hebat sepanjang zaman…Natsir, Hatta, Hamka, Syahrir, Tan Malaka…
Terima kasih ya Allah…
Ku yakin takdir ini bukan sekedar kebetulan belaka, tapi ada makna yang tersimpan di dalamnya…
Gunawan (23M-Jogja)
menjelang Dzuhur Siang di Liburan semester ini
mungkin gejolak ini jugalah yang lagi menimpa banyak teman2 IMM. sesuatu yang naluriah, dan tidak dapat dipungkiri.
dibebani beratnya kuliah, ditambah seabrek tugas organisasi, memang membuat kita butuh tempat berbagi, tempat menyandarkan hati.
jika rasa itu datang, kenapa harus mendustai. tiada nista jika ia dibingkai dengan kesucian hati tanpa berahi.
mungkin jejak mbak eva (alumni imm ugm) yang telah mengantarkan sang suami menjadi ketua umum IMM DPP Indonesia, bisa menjadi inspirasi buat banyak para immawan dan immawati ugm yang lain…
so, selamat berjuang meraih cita dan cinta…
izinkan saya pergi untuk mengembara..mencari tempat lain yang bisa menerima saya apa adanya…
terima kasih atas kebersamaan selama ini, meski banyak dera dan luka yang telah ditorehkan. namun saya yakin akan ada hati nan lembut yang ikhlas memaafkan…
salam teman2…
Gunawan (23m-jogja)
11.04 – Jogya yang mendung tiada hujan
patah 1 tumbuh seribu 😛
@ mas GUN
iya, kak…temen2 IMM pada ngantri mau baca novelnya. he2…
selamat mengembara…. (btw mau mengembara kemana nih??ke malaisya ya??/amien ). sama-sama, terimakasih juga. dan mohon maaf juga kalau telah banyak menorehkan luka.
selamat jalan buat kakak-kakak instruktur.….
terimakasih atas bimbingannya selama ini….